Cool Blue Outer Glow Pointer

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Sunday, May 2, 2010

Menjenguk Bimo, Balita 1,5 Tahun yang Diasuh Ayah-Ibu di Penjara

Jogjakarta
Balita 1,5 tahun tersebut terlihat sedang bermain-main di sebuah ruangan di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Cebongan, Sleman, Jogjakarta. Ruangan itu biasanya digunakan para napi untuk menerima tamu-tamu.

Sesekali, Bimo Putro, nama balita tersebut, berteriak-teriak. Dia bertubuh gemuk dan pipinya tembem. Siang itu, dia didampingi seorang pemuda yang mengenakan seragam napi.

''Mamaaa...,'' teriak Bimo kepada seorang wanita yang duduk di sebelahnya. Wanita itu, Herlina Tyas, 39, tak lain adalah ibu kandung Bimo. Dengan penuh kasih sayang Herlina memeluk anaknya. ''Iya sayang... yang pinter ya...,'' katanya. Duduk di sebelah Herlina sang suami, Widaya Hadi Sanyata, 44.

Jika Bimo sampai berada di Lapas Cebongan sejak lahir, itu terjadi karena dua orang tuanya harus mendekam di sana untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang mereka lakukan.

Ketika diwawancarai Jawa Pos, suami-istri itu semula menolak. Menurut Widaya, sebelum kehadiran Jawa Pos, ada stasiun televisi yang menayangkan dirinya. Maksudnya menayangkan kehidupan mereka mengasuh Bimo, putra kelimanya itu. Namun, saat disaksikan, menurut Widaya, yang ditayangkan justru menonjolkan perbuatan dirinya pada masa lalu. ''Waktu itu diwawancarai juga kepepet, ada acara. Tapi, itu jadi membuka luka lama. Saya tidak mau,'' ujarnya.

Tapi, setelah diberi tahu maksud kedatangan Jawa Pos, Widaya dan istrinya akhirnya bersedia. ''Kalau mau tanya soal Bimo, kami mau,'' kata Widaya.

Dia menceritakan, Bimo seharusnya lahir pada Januari 2009. Namun, ketika usia kandungan baru masuk tujuh bulan, istrinya sudah mengeluh seperti akan melahirkan. Karena itu, Bimo pun lahir secara prematur.

Ketika itu, Herlina dan Widaya sudah divonis tiga tahun dua bulan atas tindak pidananya. ''Jadilah saya saat itu belum masuk penjara, tapi harus dirawat di RS,'' ungkap Herlina.

Selama tiga bulan dia bersama Bimo dirawat di RS. Setelah itu, barulah keduanya mulai menginjakkan kaki di Lapas Cebongan. Tidak terlintas sebelumnya di benak Herlina bahwa dirinya akan memelihara putra bungsunya tersebut di dalam penjara. ''Waktu itu, saya sempat khawatir, nanti perawatan anak saya gimana? Saya juga khawatir soal lingkungan di lapas,'' ujarnya.

Belum lagi, Herlina saat itu juga khawatir jangan-jangan anaknya tak boleh dibawa ke lapas. Untungnya, kepala Lapas Cebongan saat itu, Sarbini, bisa mengerti kondisi Herlina. Dia memberikan keleluasaan kepada Herlina untuk mengasuh anaknya di dalam lapas.

Sebab, tidak sepatutnya seorang bayi yang lahir prematur harus langsung dipisahkan dari ibunya hanya gara-gara dipenjara. ''Boleh dibilang, saya beruntung ditempatkan di lapas ini,'' kata Herlina.

Apalagi, pihak lapas sangat perhatian kepada Bimo. Jika balita itu sakit, Kalapas tak tanggung-tanggung untuk memeriksakan Bimo ke dokter. ''Anak ini bandel. Paling kalau sakit cuma pilek sama batuk dan biasanya cepet sembuh,'' tutur Herlina.

Dia menceritakan, selama di lapas, Bimo tak mengalami hambatan dalam hal pemenuhan nutrisi dan gizi. Selain mendapatkan ASI (air susu ibu) dari ibunya, lapas selalu memberikan tambahan nutrisi sebagai pengganti ASI. Tak heran jika tubuh Bimo tetap sehat dan gemuk.

Kebijakan lapas soal Bimo pun tak berpengaruh, meski Kalapas berganti dari Sarbini ke B. Sukamto.

Herlina menyatakan, kondisi Lapas Cebongan memang harmonis. Suasana kekeluargaan terlihat kental, baik antarnapi maupun antara napi dan petugas. Bimo pun dengan bebas bisa bergaul dengan napi serta petugas siapa pun.

Napi maupun petugas sering saling berebut untuk menggendong Bimo. ''Memang, om sama tantenya jadi banyak di sini,'' ungkap Herlina lantas tersenyum.

Setiap hari Bimo memang diberi keleluasaan. Saat istirahat atau tidur malam, Herlina juga diberi kelonggaran untuk menemani Bimo. Salah satu cerita yang belum lama terjadi adalah saat Bimo mulai bisa berjalan.

Ketika itu, umurnya sudah 13 bulan. Hampir semua napi dan petugas lapas antusias melihat ''putra'' mereka itu berjalan. ''Ya, jadinya banyak yang senang ada Bimo,'' kata Herlina.

Suasana Lapas Cebongan memang berbeda dari lapas biasanya. Sebab, awalnya, konsep Cebongan adalah rumah tahanan (rutan). Arsitektur yang dibuat pun seperti blok-blok rumah untuk narapidana. Blok itu terlihat seperti perumahan tipe sangat sederhana.

Untuk masuk ke blok-blok tahanan itu, ada penjaga. Setiap penjaga ditempatkan di sebuah bangunan mirip joglo sebagai pintu masuk. Ruang tahanan berada di samping kanan, kiri, dan paling belakang di pintu masuk. Di tengah-tengah ruang tahanan itu terdapat taman sederhana yang dirawat para napi. Ruang tahanan yang paling belakang tersebut digunakan untuk para tahanan wanita.

Karena aslinya berkonsep rutan, daya tampungnya pun sudah tidak sesuai. Total penghuni Lapas Kelas IIB Cebongan saat ini mencapai 333 orang. Terdiri atas, 200 napi dan 133 tahanan (belum divonis). Jumlah itu masih ditambah 55 aparat keamanan dan 39 petugas administrasi. Padahal, untuk konsep rutan, tahanan maksimal hanya 100 orang.

Saat ditemui di tempat terpisah, Kalapas Sukamto mengungkapkan, Bimo memang menjadi cerita tersendiri di lapas yang dia pimpin itu. Komunikasi antara petugas dan napi tampak lebih cair dengan adanya Bimo. ''Pokoknya, ada saja yang ngobrol soal Bimo,'' jelasnya.

Bagi dia, Bimo seperti putra sendiri. Terkadang, jika tidak bertemu, ada keinginan untuk mencari. Lantas, berjalan-jalanlah Sukamto di sekitar lapas untuk mencari Bimo. ''Ya beda saja rasanya. Saya senang Bimo di sini,'' ungkapnya.

Namun, tentu tidak selamanya Bimo harus bertempat di lapas. Sukamto menyatakan, saat nanti berumur dua tahun, Bimo sementara harus dilepas dari orang tuanya. Dia harus mendapatkan pembelajaran di luar lapas. ''Sebab, kalau nanti berumur dua tahun, Bimo sudah bisa berpikir. Tidak baik kalau di lapas terus,'' tegasnya.

Widaya pun sudah mengetahui posisi itu. Demi masa depannya, dia tidak mempermasalahkan jika sementara Bimo diasuh orang lain. Widaya pun sudah menyiapkan pengasuh sementara putranya tersebut. ''Saya akan minta tolong tantenya Bimo buat mengasuh. Kebetulan, dia punya anak yang umurnya sama dengan Bimo,'' jelasnya.

Ketika ditanya tentang empat anak Widaya yang lain, dia enggan menceritakan secara detail. Dia hanya menyatakan bahwa empat anaknya itu saat ini diasuh saudaranya di sebuah tempat di Bali. Sayang, dia berkeberatan menjelaskan lebih detail seputar empat anaknya tersebut.

sumber: jawapos.com Minggu, 02 Mei 2010

No comments:

Post a Comment