Cool Blue Outer Glow Pointer

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Monday, March 22, 2010

Noor Huda Ismail, Konsultan Sukses yang Berdayakan Para Napi Teroris

Urusi JI Hitam dan Abu-Abu, Bikin Tambak hingga E-Trading

Pekerjaan Noor Huda Ismail sebagai konsultan di sejumlah perusahaan PMA (penanaman modal asing) sebenarnya sudah sangat mapan. Tapi, dia tak puas jika belum bisa memberdayakan para napi teroris yang kebanyakan hidupnya masih memprihatinkan. Langkah konkret pun dia lakukan.

Umur Noor Huda Ismail masih muda, 38 tahun. Sehari-hari dia berprofesi sebagai konsultan risk management di sejumlah perusahaan PMA. Soal gaji, tentu saja lebih dari cukup. Karena itu, kehidupan ekonominya tergolong sangat mapan.

Selain sibuk dalam pekerjaan, Noor punya kesibukan lain. Yang ini jauh dari keinginan untuk meraup untung. Tapi, lebih pada kepeduliannya terhadap nasib para napi teroris yang hidupnya masih memprihatinkan.

"Saya penasaran, kenapa hidup para mantan napi kasus terorisme masih susah dan tidak mendapat apresiasi dari masyarakat?" kata bapak satu anak itu kepada Jawa Pos yang menemuinya di Surabaya Sabtu lalu (20/3). Hari itu dia menemui beberapa eks napi teroris yang tinggal di Sidoarjo dan Surabaya.

Di mata Noor, para eks napi teroris itu sebenarnya berkepribadian dan bisa dipercaya. Selain itu, mereka tidak neko-neko, pekerja keras, dan mentalnya sudah teruji. "Sayangnya, cap teroris di dahi mereka masih sulit diterima masyarakat atau pemerintah," jelasnya.

Kondisi itu bagi Noor sangat memalukan sekaligus membahayakan. "Memalukan karena ini menunjukkan betapa masyarakat dan pemerintah tak punya skema jelas untuk sebuah upaya deradikalisasi (memerangi radikalisme)," tuturnya. "Berbahaya karena mereka mempunyai kemampuan combatant (bertempur) yang tak bisa dipandang sebelah mata," urainya.

Dia tak bisa membayangkan, bagaimana jika mereka lantas putus asa karena susah hidup normal di masyarakat, kemudian kembali lagi ke habitat asalnya. "Mereka bisa balik lagi meneror. Kalau ini dilakukan, bisa menjadi ancaman serius," imbuh alumnus Pondok Pesantren Ngruki itu.

Dengan kelebihan yang dimiliki, Noor lantas berupaya memberdayakan para eks napi teroris. Kali pertama yang dia lakukan adalah mendirikan sebuah yayasan yang dinamakan Yayasan Prasasti Perdamaian. Yayasan yang berdiri pada 2008 itu khusus bergerak di bidang rekonsialiasi. Yakni, merekonsiliasi para eks napi teroris dengan masyarakat agar bisa hidup normal, dan dengan pemerintah agar tak terus-menerus dicurigai.

Noor juga mendirikan unit-unit usaha bagi sejumlah ikhwan Jamaah Islamiyah (JI). Yang paling besar adalah tambak udang seluas tiga hektare di sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah. Lalu, sebuah usaha garmen menengah di Solo dan sebuah rental mobil di Jakarta. Semuanya dikelola para mantan napi kasus terorisme. "Tapi, mohon maaf, saya belum bisa menyebutkan nama-nama pengelolanya," urainya.

Sejumlah usaha modal kecil juga dibuat Noor bagi para ikhwan. Yang juga menarik, beberapa ikhwan binaannya sekarang jago e-trading. "Padahal, ini adalah kerja yang sangat kapitalis dan Barat. Tapi, mau bagaimana lagi? Kehidupan terus berjalan dan mereka butuh uang untuk tetap hidup. Dan, bukankah e-trading masih lebih halal ketimbang korupsi dan mencuri," paparnya.

Noor kemudian menunjukkan SMS dari seorang ikhwan binaannya yang baru saja menang USD 500 dua hari lalu. "Padahal, saya modali hanya USD 500," tuturnya.

Rupanya, karakter ikhwan JI yang relatif mudah bersyukur dan tidak nafsu memburu keuntungan yang lebih besar, sangat cocok di bidang e-trading. "Beda dengan saya. Kalau mereka, untung sedikit, langsung lepas. Jadi, tidak pernah kalah," imbuhnya, kemudian tersenyum.

Noor mengakui, upaya paling besar yang dia lakukan memang masih di Jakarta, Solo, dan Semarang. "Semarang adalah kota tempat tinggal. Jakarta adalah tempat saya mencari nafkah, dan Solo karena merupakan kota kedua saya," kata pria lulusan Ponpes Ngruki 1991 tersebut. "Ini karena keterbatasan waktu saja. Namun, dalam waktu dekat saya juga akan mencoba mengurusi ikhwan di Surabaya," urainya.

Noor menjelaskan, upaya membantu para ikhwan secara nyata itu baru bisa dilakukan sejak 2006. "Namun, keinginannya sudah lama," tuturnya.

Riwayat hidup Noor memang sudah "dekat" dengan kelompok para ikhwan itu. Sejak muda dia sudah masuk kelompok relovusioner 'kanan'. Bapaknya adalah pegawai negeri sipil, pendukung Golkar sejati, tapi tersingkir karena intrik politik. "Ibu saya tidak boleh pakai kerudung ketika menghadiri acara di kantor Bapak," ucapnya. Karena itu, sejak kecil dia sudah mendendam kepada rezim Orde Baru.

Ketika masuk Ngruki, dia berkenalan dengan sejumlah nama tenar. Di antaranya yang paling dekat adalah Mubarok, yang kini terpidana seumur hidup karena menjadi operator utama bom Marriott I 2003. Di Ngruki, dia kemudian direkrut masuk Darul Islam (DI). Ini terbawa hingga dia kuliah dobel di IAIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta dan Fakultas Komunikasi UGM. "Ada latihan-latihan militernya juga. Tapi, tidak sepadat dan seserius latihan militer JI," ucapnya.

Namun, pada pertengahan 1989, perpecahan melanda DI. Bukan hanya secara internal, tetapi juga dengan kelompok radikal Islam lainnya. Ini membuatnya kecewa. "Saya memutuskan keluar. Bagaimana tidak kecewa, sama-sama salatnya, sama-sama nabinya, tapi malah saling menyalahkan," urainya.

Setelah itu, hidupnya berubah menjadi sekuler. Lulus UGM pada 1999, dia berkelana. Dia kemudian menjadi kontributor Washington Post di kawasan Asia Tenggara hingga 2005. Setahun kemudian, dia mendapat beasiswa di Inggris. Temanya: International Security. Dia mempelajari semua faksi politik bersenjata di seluruh dunia.

Untuk itu, dia sempat mengunjungi sejumlah hot spot terorisme dunia, terutama Eropa. Dia pernah bertemu mantan anggota Baader Meinhoff di Jerman, Brigatte Rosse di Italia, kelompok separatis ETA di Basque, Spanyol, dan ke Irlandia Utara bertemu tokoh-tokoh IRA. Yang paling berkesan ketika dia berkunjung ke Irlandia Utara. "Di sana program rekonsialiasinya bagus. Pemerintah Inggris benar-benar tanggap bagaimana menangani masalah radikalisasi," urainya.

Setelah sekolah di Inggris dan menjadi konsultan PMA yang lumayan sukses, Noor membaktikan hidupnya untuk mengurus proses rekonsiliasi tersebut. Datang lagi ke komunitas lama dan berusaha mengajak kawan-kawannya untuk kembali hidup baru. Namun, tak mudah baginya untuk bisa masuk kembali. "Saya sudah dicurigai, baik oleh kalangan ikhwan sendiri dan aparat pemerintahan," ucapnya.

Dia kemudian meminjam istilah yang dipakai Urwah (tersangka terorisme yang ditembak mati pertengahan 2009 lalu, Red) untuk menjelaskan soal "demografi" politik para mantan napi kasus terorisme. Urwah menggolongkannya menjadi tiga, yakni JI hitam, JI abu-abu, dan JI putih.

JI hitam adalah sebutan Urwah untuk anggota JI yang mengubah kehidupannya dan sering menerima santunan dari polisi. JI abu-abu adalah anggota JI yang kadang berhubungan dengan orang luar, namun masih menyimpan ideologi. JI putih adalah JI dengan garis lama, tidak berubah keyakinannya sedikit pun.

Nah, Noor Huda mengatakan bahwa dirinya ingin mengurusi JI hitam dan JI abu-abu saja. "Dua golongan inilah yang masih menginginkan kehidupan baru. Soal JI putih, bila dia menginginkan kehidupan baru, saya mau-mau saja. Tapi, mereka yang sulit percaya kepada saya," ucapnya.

Berkali-kali dia melakukan pendekatan, tapi tetap saja dicurigai. Beberapa peristiwa pun dialami yang menguatkan sangkaan tersebut. "Misalnya, saya datang malamnya, ehhh besok pagi polisi datang. Meski saya benar-benar tidak tahu, tetap saja dituduh saya agen polisi," tambahnya.

Dia pun dikecam sebagai JAT. Bukan singkatan Jamaah Anshari Tauhid, tapi Jamaah Anshari Taghut. Abu Bakar Ba'asyir pun jelas-jelas menganggap dirinya sebagai agen Barat dan kaum munafiqin. Di Ngruki, dia juga tidak terlalu diterima kembali. "Tapi, itulah risikonya. Tidak masalah. Yang penting, niat saya baik, untuk melakukan rekonsiliasi," ucapnya.

Noor berharap bahwa upaya kecilnya itu bisa membuka mata pemerintah untuk lebih serius dan sistematis lagi mengurusi mantan napi kasus terorisme. "Bukan hanya karena alasan keamanan, tetapi juga karena alasan kemanusiaan," tegasnya.

sumber: jpnn.com Senin, 22 Maret 2010
Amazon Kindle Black Leather Cover w/ strap (Fits 6" Display, Latest Generation Kindle)

No comments:

Post a Comment