Tokoh pergerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Nicholas Jouwe, kembali menjadi warga negara Indonesia setelah menetap selama 40 tahun di Belanda.
"Ini sebuah sejarah yang luar biasa seorang mantan tokoh OPM kembali kepada Pangkuan Ibu Pertiwi setelah menetap di negara orang lain selama 40 tahun," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Patrialis Akbar, saat memberikan penghargaan kepada Nicoolas Jouwe di Jayapura, Papua, Sabtu.
Patrialis mengatakan pihak pemerintah Indonesia memberikan penghargaan dan Surat Keputusan (SK) Nomor : M.HH-03.AH.10.01 Tahun 2010 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atas Nama Nicolaas Jouwe.
Menkumham menyatakan bahwa penghargaan dan SK Kewarganegaraan kepada Nicoolas merupakan proses perjalanan sejarah dengan pertimbangan khusus untuk kepentingan negara dan bangsa.
Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan langkah Nicoolas menjadi WNI sebagai contoh dan teladan, khusus bagi masyarakat Papua yang berada di luar negeri, agar mereka kembali ke Indonesia.
"Sebaiknya keputusan itu harus ikuti masyarakat Papua yang menetap di luar negeri untuk membangun Tanah Papua," ujarnya.
Berdasarkan catatan Kemenkumham, terdapat lima kategori untuk menjadi WNI, yakni proses naturalisasi sebanyak 710 orang, menikah secara sah (233 orang), pasangan warga negara asing dengan WNI sebelum 17 Agustus (10.577 orang), orang kehilangan status kewarganegaraan yang kembali jadi WNI (4.256 orang), dan pemukim keturunan yang sudah turun menurun menjadi WNI (3.654 orang).
Sementara itu, Nicoolas menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan pihak Kedutaan Besar Indonesia untuk Belanda yang berperan aktif mengupayakan dirinya kembali berstatus sebagai WNI.
"Keinginan kembali ke Papua sudah lama timbul saat usia saya 24 tahun. Namun, hal itu terealisasi setelah mendapat bantuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kedubes Indonesia di Belanda," ucap pria kelahiran Kajoe Poeloe, 24 November 1923 itu.
Nicoolas menjelaskan awal menetap di Belanda berawal saat dirinya mendapat perintah khusus dari pemerintah Belanda pada program pembangunan nasional untuk Papua.
"Saat itu saya mendapatkan perintah khusus dan informasi bahwa Papua bukan orang Indonesia," ujarnya.
Nicoolas menuturkan dirinya setelah menelusuri sejarahnya ternyata saat Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Papua sudah masuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, pihak Belanda ingin memisahkan Papua dari Indonesia karena terdapat emas, perak, minyak, dan gas.
Akan tetapi, kata dia, rencana itu gagal. Kemudian pada 1 Mei 1963, Papua Barat diserahkan kepada Indonesia melalui sebuah perjanjian internasional.
Namun, pada sisi lain Indonesia dipaksa untuk mengadakan sidang umum pada tahun 1969 agar memberikan opsi bagi Papua Barat untuk keluar atau masuk Indonesia. "Pada saat itulah saya menetap di luar negeri," tuturnya.
Padahal, menurut Nicoolas, tidak undang-undang internasional yang membenarkan keinginan OPM untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara itu, Ketua Delegasi Kepulangan Nicholas Jowe, Febiola Jowe, mengatakan kembalinya Nicoolas ke tanah air setelah Presiden SBY menemui dirinya. "Beliau mengatakan apa yang bisa dilakukan untuk Nicoolas demi kemajuan Papua," ujarnya.
"Saat itu saya berkata kembalikan Nicoolas Jouwe ke Indonesia sesuai surat yang pernah diajukannya," ucap Febiola.
Akhirnya Nicoolas memutuskan Faebiola untuk mengurus kepulangannya ke Indonesia dengan membentuk tim delegasi hingga mantan tokoh OPM itu kembali ke Papua agar tidak terjadi konflik.
sumber: antara.co.id Sabtu, 15 Mei 2010
No comments:
Post a Comment