Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar mengatakan Indonesia tidak bisa menerapkan sistem negara tanpa penjara. "Indonesia tidak menganut sistem negara tanpa penjara," kata Patrialis Akbar saat meninjau daerah lintas batas antara Indonesia dan Papua Nugini di Skouw, Papua, Sabtu (15/5).
Patrialis menuturkan selama ini Indonesia belum pernah mencoba sistem negara tanpa penjara bagi warga negara yang melanggar hukum. Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu, menjelaskan penerapan sistem negara tanpa penjara harus melalui kajian yang mendalam dengan proses yang panjang.
Menkumham menjelaskan negara tanpa penjara bukan berarti menerapkan penegakkan hukum tanpa efek jera atau tidak memberikan sanksi, namun justru menjatuhkan hukuman yang lebih tegas kepada pelaku. "Kita harus buat kajian lebih mendalam, contohnya pelaku pencurian harus menjalani potong tangan agar lebih kongkrit dan memberikan rasa takut," ujarnya seraya menambahkan tentunya pertimbangan sanksi tegas itu sesuai tingkat pencuriannya, seperti koruptor.
Partrialis menyebutkan pemerintah lebih mengupayakan memodifikasi terhadap fasilitas lembaga pemasyarakatan (lapas) dibanding menerapkan negara tanpa penjara dengan cara memberikan jaminan terhadap warga binaan atau penghuni lapas atau rumah tahanan (rutan).
Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pas mengembangkan lapas atau rutan terbuka dengan menyediakan sarana bagi warga binaan khusus menjalani asimilasi yang tersebar pada beberapa daerah, yakni Cinere (Jakarta Selatan), Pasaman (Sumatera Barat), Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kalimantan Selatan.
"Kita berharap lapas terbuka bisa tersedia pada seluruh provinsi di Indonesia," ucapnya.
Terkait dengan pemberian sanksi kerja sosial terhadap pelaku yang melanggar hukum, mantan anggota Komisi III DPR ini mengungkapkan pihaknya masih membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kerja Sosial dengan cara mengkombinasikan antara Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Pada RUU itu, kita coba terapkan menghukum pelaku kejahatan tanpa memenjarakan (restorative justice), namun harus tersedia payung hukumnya dulu," tutur Patrialis.
sumber: metrotvnews.com Minggu, 16 Mei 2010
No comments:
Post a Comment