Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 25 tahun 1973 tentang Pencegahan Terhadap Praktek Pencucian Uang sudah tidak memadai lagi, karena demikian canggihnya modus operandi praktek pencucian uang akhir-akhir ini.
"Karena itu, revisi terhadap undang-undang dimaksud sangat diperlukan, agar bangsa dan negara ini efektif dan terbebas dari praktek pencucian uang yang akhir-akhir ini kian marak," kata Patrialis Akbar, sebelum dimulainya pembahasan draft RUU Pencegahan Cuci Uang dengan Pansus DPR, di Senayan, Jakarta, Rabu (5/5).
Selain sudah tak memadai lagi, menurut Patrialis, UU tentang Pencegahan Cuci Uang yang saat ini diberlakukan juga sudah tertinggal jauh dibanding dengan Konvensi PBB tentang pencegahan pencucian uang yang disepakati tahun 2003 lalu. "Padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut meratifikasi konvensi tersebut," tegasnya.
Lebih jauh, Patrialis pun mengungkapkan sejumlah kelemahan dari UU Pencegahan Praktek Pencucian Uang tersebut. Antara lain yakni tidak tegasnya klasifikasi praktek pencucian uang, terbatasnya akses pelaporan masyarakat dan instrumen formal, serta belum tersedianya sumber daya manusia yang memadai.
"Kendala-kendala tersebut tidak akan bisa teratasi, jika payung hukumnya tidak direvisi secara menyeluruh dan komprehensif. Dan kami yakin Pansus DPR untuk pembahasan revisi Undang-undang Pencegahan Praktek Pencucian Uang dalam posisi kesamaan visi dengan pemerintah," imbuh Patrialis.
Pembahasan revisi UU Pencegahan Praktek Pencucian uang hari ini sendiri, mestinya juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kejaksaan Agung, serta Kapolri. Namun dari pantauan JPNN, hingga pembahasan dimulai hanya Menkumham yang baru hadir.
sumber: www.jpnn.com Rabu, 05 Mei 2010
No comments:
Post a Comment