Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Patrialis Akbar mewacanakan untuk membebaskan sejumlah tahanan politik di Papua karena terlibat berbagai demonstrasi. "Saya sudah instruksikan kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham untuk menginventarisir para tahanan politik mendapatkan pembebasan," kata Patrialis Akbar di Bandara Sentani, Jayapura, Papua, Minggu (16/5).
Patrialis menuturkan, pihaknya akan membicarakan rencana pembebasan tahanan politik Papua itu bersama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan dan melaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menkumham menyatakan, pemberian pembebasan para tahanan politik di Papua melalui proses abolisi atau amnesti, namun hal itu harus berdasarkan kualifikasi perbuatan makarnya. "Apakah mereka terlibat pembunuhan dan penganiayaan juga atau hanya terlibat demonstrasi saja, barang kali ada jalan keluarnya," ujar Patrialis.
Patrialis menyebutkan, beberapa di antara tahanan politik itu mengaku hanya sekedar ikutan demonstrasi, mengibarkan bendera "Bintang Kejora" kecil atau keinginan merdeka. Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu, menegaskan, para tahanan politik itu harus membuat pernyataan tentang keterlibatannya pada aksi demo itu hanya sebagai pengikut saja dan menyatakan rasa cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Saya akan mencoba membicarakan secara politik, kemungkinan untuk diberikan pengampunan secara amnesti dan abolisi sebagai faktor kemanusiaan. Tentu nanti juga akan minta pertimbangan DPR," tuturnya.
Namun demikian, Menkumham tidak ikut campur dan menghormati hasil putusan pengadilan terhadap tahanan politik, termasuk penyidikan polisi dan proses penuntutan kejaksaan. "Kita hormati pengadilan jika memutuskan bersalah, namun mungkin ada kebijakan politik yang harus kita lakukan terhadap tahanan politik di seluruh Papua ini," katanya.
Mantan anggota Komisi III DPR RI itu mengungkapkan, kebijakan politis itu dapat mempersatukan masyarakat Papua, terlebih dengan adanya pemberian kewarganegaraan Indonesia kepada mantan tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM), Nicolaas Jouwe yang sudah menetap selama 40 tahun di Belanda. Patrialis juga menyampaikan rasa prihatinnya terhadap adanya ungkapan dari para tahanan politik yang mempertanyakan anggaran otonomi khusus bagi Papua yang dikelola pemerintah daerah, namun tidak sampai kepada masyarakat. "Artinya kita melihat gerakan yang mereka lakukan tidak semata-mata ingin merdeka, tapi hanya ingin menyampaikan aspirasi dan pikiran dengan kondisi di Papua itu, termasuk masalah anggaran otonomi khusus," imbuhnya.
Sebelumnya, Patrialis berbincang dengan sejumlah tahanan politik seperti Vicktor dan Buchtar Taboni yang meminta pemerintah membebaskan tahanan politik di Lembaga Pemasyarakatan Arbepura, Papua. Para tahanan juga mempertanyakan dana otonomi khusus bagi Papua dari pemerintah pusat yang dikelola pemerintah daerah, namun tidak sampai kepada masyarakat.
sumber: tvone.co.id Minggu, 16 Mei 2010
No comments:
Post a Comment