Cool Blue Outer Glow Pointer

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Saturday, February 12, 2011

Remunerasi Gagal Harus Dicabut

Jakarta
Komisi II DPR berharap evaluasi terhadap pemberian remunerasi kepada kementerian/ lembaga harus memberi jawaban tegas soal efektivitas remunerasi tersebut.

Jika diketahui tidak efektif, remunerasi harus dicabut. “Kan tidak ada yang gratis dengan memberikan dana remunerasi. Remunerasi memiliki tolak ukur yang jelas yakni peningkatan kinerja birokrasi. Kalau kinerja masih buruk padahal remunerasi sudah diberikan, masak pemberian itu diteruskan. Kan ada konsep insentif dan disinsentif,” kata Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja di Jakarta kemarin.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan,upaya perbaikan kinerja birokrasi yang diikuti pemberian remunerasi harus memiliki barometer yang terukur untuk dievaluasi. Jika fakta di lapangan menunjukkan bahwa kinerja beberapa kementerian masih rendah, dapat diartikan remunerasi tidak efektif dan harus dicabut.

Sebagai contoh, kata dia, kinerja di Kementerian Keuangan yang memperlihatkan kinerja perpajakan masih rendah atau di penegakan hukum dengan kinerja jaksa yang masih menyimpan banyak mafia atau jual beli perkara. Bahkan ada penanganan kasus yang tidak jelas waktunya.

“Ini kan barometer kasat mata yang sebenarnya menjadi output dari reformasi birokrasi.Secara kasat mata bisa dilihat. Banyak pegawai kementerian yang masuk telat atau masuk kerja, tapi tidak maksimal dalam bertugas.Jadi evaluasi yang dilakukan ini sangat penting dan nantinya tentu akan memberi jawaban apakah remunerasi itu perlu berlanjut atau tidak,” tandasnya.

Jika evaluasi terhadap remunerasi menunjukkan pencapaian tujuan tidak efektif, Hakam menegaskan, remunerasi itu bisa dipertanyakan kembali apakah perlu diteruskan atau tidak. Jika remunerasi yang tidak efektif tetap diteruskan, kecemburuan dari kementerian/lembaga lain yang belum mendapat remunerasi akan bermunculan. Karena itu,bukan tidak mungkin kinerja pegawai di kementerian lain yang tidak mendapat remunerasi justru menjadi turun.

Sementara itu, anggotaKomisiII DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko mengatakan, remunerasi sebenarnya tidak membawa pembenahan kinerja birokrasi dan pelayanan publik. Apalagi remunerasi hanya berbentuk kenaikan gaji dan tunjangan pegawai di level menengah dan level atas. “Saya menyebut remunerasi itu sebagai kenaikan gaji dan tunjangan PNS. Saya melihat remunerasi hanya membuat gaya hidup dan kemewahan pejabat menengah dan atas semakin glamor. Padahal pegawai kecil di desa, prajurit di daerah perbatasan, dan pegawai-pegawai kecamatan hidup terbatas,” katanya.

Lebih jauh dia menjelaskan, pejabat negara di level menengah dan atas seharusnya tidak perlu diberi remunerasi sebab gaji yang mereka terima sudah lebih dari cukup. Justru yang harus diubah adalah gaya hidup dan cara kerja mereka yang terlalu mewah. “Apalagi kalau kita melihat bunyi undang-undang bahwa negara harus bisa menjamin kesejahteraan umum. Bukan kesejahteraan pegawai tertentu. Ini konsep yang ingin saya tegaskan, termasuk soal remunerasi ini,” tegasnya.

Sebelumnya pemerintah menyatakan akan mengevaluasi remunerasi kepada 14 kementrian atau lembaga (K/L). Dari evaluasi ini, pemerintah berharap bisa mengetahui perkembangan kinerja 14 K/L setelah diberi remunerasi serta seberapa efektif mendorong reformasi birokrasi. “Kita laksanakan evaluasi dan monitoring yang sudah (K/L yang mendapat remunerasi), yang 3, tambah 2 yakni Setneg dan Seskab. Kemudian 9 yang baru keluar pada Desember lalu,” tutur Menteri Pendayagunaan AparaturNegara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (Kemen- PAN dan RBR) EE Mangindaan.

sumber: remunerasipns.wordpress.com, Kamis, 10 Pebruari 2011

No comments:

Post a Comment