Dua narapidana (napi) yang lari dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II Lhokseumawe pada Jumat (12/2) lalu, Ridwan dan Syamsuddin, akhirnya menyerahkan diri di kawasan Julok, Aceh Timur, dan dijemput langsung oleh Tim Khusus Polda Aceh, Jumat (19/2) pagi. Kedua napi juga menyerahkan sepucuk pistol rakitan beserta enam butir peluru yang digunakan untuk menodong para sipir saat melarikan diri dari pintu depan LP tersebut.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Zulkifli, melalui Kasat Reskrim AKP Bambang S, Sabtu (20/2) kemarin menyebutkan, pascakaburnya kedua napi tersebut, apalagi diinformasikan punya senjata api, pihaknya terus melakukan pengejaran. Termasuk melakukan koordinasi antarpolsek dan polres di jajaran Polda Aceh.
“Kita terus melakukan pengepungan, sehingga mempersempit gerakan kedua napi tersebut. Karena merasa terjepit, alhasil keduanya menyerahkan diri. Kasus ini dalam pemeriksaan lanjutan,” ungkap AKP Bambang. Sebagaimana diwartakan terdahulu, kedua napi yang kabur itu adalah Ridwan alias Wan Buloh (29) asal Cot Meurubo, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara. Dia divonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon pada 4 November 2008 karena terlibat penculikan menggunakan senjata api. Ridwan baru dipindah ke LP Lhokseumawe dari LP Lhoksukon pada 5 Desember 2008.
Kawan sepelariannya adalah Syamsuddin (26) asal Seunubok Pidie, Kecamatan Madat, Aceh Timur. Dia divonis 6 tahun 8 bulan di PN Lhoksukon pada 7 Mei 2009 karena terlibat kasus narkotika. Syamsuddin baru dipindahkan ke LP Lhokseumawe pada 15 September 2009.
Hanya ingin protes
Kedua napi itu, baik Wan Buloh maupun Syamsuddin yang diwawancara Serambi di Mapolres Lhokseumawe kemarin mengatakan, pelarian mereka bukan untuk maksud ingin kabur selamanya. Tapi hanya ingin protes terhadap aturan di LP Kelas II Lhoksuemawe, karena sangat sulit mendapatkan cuti apabila ingin pulang ke rumah untuk melihat orang tua mereka.
“Pernah saat saya membuat pengurusan cuti untuk melihat ibu saya sakit, tidak diberikan. Makanya kami kabur, lalu menyerahkan diri lagi dengan harapan ke depan lebih mudah membuat pengurusan cuti di LP Lhokseumawe,” kata Wan Buloh yang diamini Syamsuddin. Ia mengaku dulunya merupakan kombatan (petempur) GAM yang sebelum ditangkap saat membawa ganja hanya bekerja di bengkel. Akibat susahnya mendapatkan cuti di LP, Syamsuddin pun meminta rekannya di luar LP untuk mengambil pistol rakitan miliknya. Pistol dari era konflik itu pascadamai dia tanam di belakang rumah neneknya di Julok Aceh Timur. Lengkap dengan enam butir pelurunya.
Hebatnya, pistol itu bisa lolos masuk ke LP sekitar sepuluh hari sebelum mereka melarikan diri. Untuk temannya yang membawa pistol itu ke LP, Syamsuddin memberi upah Rp 500.000. “Selama sepuluh hari itu, pistol tersebut selalu di pinggang saya. Kebetulan dalam sepuluh hari itu tidak ada pemeriksaan atau penggeledahan di dalam LP,” ungkapnya.
Kemudian, pada Jumat pagi itu, mereka melihat pengawasan sedang lemah. Pintu ketiga sedang terbuka, karena ada sipir yang sedang membawa sampah ke luar. Lalu dengan mudah mereka berhasil ke luar dari pintu itu. Bahkan saat hendak ke luar dari pintu utama, barulah terlihat oleh petugas kalau mereka hendak kabur. “Saat itulah Wan Buloh menunjukkan pistolnya ke sipir dan seterusnya kami lari,” ujar Syamsuddin.
Sesampai di simpang Kantor Pos Lhokseumawe, masih menurut Syamsuddin, dia berteriak “sewa” pada seorang pengendara sepeda motor (sepmor) yang kebetulan tukang ojek. Pria itu pun berhenti. Sebelum lari menjauh, sepmor sempat berhenti sejenak di kawasan Simpang Lestari atau sekitar 500 meter dari Kantor Pos Lhokseumawe untuk menunggu Wan Buloh yang saat lari ternyata jauh ketinggalan di belakang Syamsuddin.
Selanjutnya, dengan berbonceng tiga dan menempuh jalan belakang (line pipa), mereka bersembunyi di sebuah bukit di Desa Paloh Punti, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, yang berjarak sekitar empat kilometer dari LP Lhokseumawe. Sorenya, dengan menyewa ojek lain, mereka minta diantar hingga ke Julok, Aceh Timur. Tepat sepekan kemudian, setelah difasilitasi kenalan Syamsuddin, kedua napi pelarian itu dipertemukan dengan tim Polda Aceh untuk berniat menyerahkan diri. Selanjutnya, Syamsuddin dan Wan Buloh dibawa ke Banda Aceh. “Saat di Banda Aceh kami tidak ditahan. Malah kami sempat mendatangai rumah Gubernur Aceh, Pak Irwandi. Rencananya hendak bertamu, tapi tidak jumpa beliau,” ujar Syamsuddin.
sumber: serambinews.com Senin, 21 Februari 2010
weeeeeekkkkssss
ReplyDeletetau kah anda siapa sayaaa.... huahahaha
siapa ya..
ReplyDelete