Cool Blue Outer Glow Pointer

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Sunday, October 30, 2011

Menkumham Mohon Doa dan Dukungan dari Segenap Jajara di Kemenkumham

Jakarta
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsudin memohon doa dan dukungan dari segenap jajaran di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Amir Syamsudin juga bersyukur dirinya dipercaya menjadi Menteri Hukum dan HAM. “Masih banyak kekurangan saya, tapi saya sudah ditakdirkan oleh Allah SWT untuk menjadi menteri,” ujar Amir.

Pernyataan tersebut diungkapkan Amir saat membuka Pengajian Bulanan Kemenkumham pada Jumat (28/10) di Graha Pengayoman. Di hadapan para pejabat dan pegawai Kemenkumham, Amir juga menegaskan dirinya sekarang menjadi orang tua yang siap belajar. “Saya bersyukur telah berada di Kementerian ini,” tambahnya.

Sementara pengisi ceramah pada pengajian bulan Oktober ini, K.H. Abu Hanifah menyambut ungkapan Menteri dengan bersyukur. “Alhamdulillaah kalau seorang menteri masih minta didoakan. Menteri kita ini berarti baik akhlaknya. Menteri yang lain biasanya plengas-plengos ,” ujarnya diikuti dengan gelak tawa hadirin. Abu Hanifah menyatakan tugas menteri itu sangat berat. “Apalagi, hukum itu kadang-kadang berbenturan dengan keluarga sendiri, saudara sendiri,” tambahnya.

Abu Hanifah menjelaskan sejak jaman dahulu, hukum sering berbenturan dengan keluarga kita sendiri. “Nabi Musa, meskipun dibesarkan Fir’aun, akhirnya menjadi musuh. Sementara Nabi Muhammad memiliki pamannya sebagai musuh,” ujar da’i berusia 56 tahun tersebut.

Itulah contoh yang diberikan Abu Hanifah betapa hukum biasanya susah diberlakukan terhadap orang yang kita cintai. Itu pula lah tantangan dalam Islam. Bagaimana seseorang bisa menomorsatukan perintah Allah SWT. Sebab, tanggung jawab yang diberikan kepada manusia tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, tapi juga di akhirat di hadapan Allah SWT.

Da’i yang memiliki 5 anak tersebut juga menyatakan bahwa Islam itu rahmatan lil’alamin. “Hukum potong tangan bukan langsung dipotong tangan,” katanya. Abu Hanifah juga menceritakan sebuah kisah di jaman Khalifah Umar bin Khattab dimana seorang pencuri tertangkap dan sudah cukup nisab-nya untuk dipotong. Saat hendak akan dipotong, sahabat Ali bin Abi Thalib datang dan bertanya kepada Khalifah Umar. “Sudah ditanya belum kenapa ia mencuri?,” tanya Sayyidina Ali Bin Abi Thalib yang juga mengetahui kasus tersebut. Setelah diselidiki ternyata karena pencuri tersebut belum mendapatkan gaji dari sang majikan. Maka Khalifah Umar malah memerintahkan sang majikan untuk membayar gaji pencuri tersebut. “Bila pencuri itu mencuri lagi karena gaji yang belum dibayar, maka yang dipotong adalah tangan sang majikan,” kata Abu Hanifah mengutip ungkapan Khalifah Ummar.

Kisah di atas memberikan amanat kepada kita bahwa Islam mengedepankan keadilan. Abu Hanifah juga membandingkannya dengan kondisi di Indonesia belakangan ini. “Kita bisa lihat bagaimana sekarang hukum tidak berpihak pada masyarakat kecil. Hanya karena mencuri kelapa, mencuri biji kopi saja dipenjara. Bahkan pernah seorang anak kecil mendapati semangka yang jatuh, lalu anak tersebut digebukin dan dipenjara,” tambah Abu. “Mudah-mudahan Pak Menteri adil dan tidak ada kasus-kasus seperti itu lagi,” ungkap Abu.

Sebelum menutup ceramahnya dan membacakan doa, Abu Hanifah mengingatkan kepada seluruh hadirin bahwa beberapa hari ke depan kita akan menghadapi Hari Raya Idul Adha. “Rizki adalah salah satu bentuk ujian. Maka, bagi yang memiliki rizki, marilah kita berkurban agar dapat saling berbagi,” tutup Abu Hanifah.

sumber: kemenkumham.go.id, Jum'at, 28 Oktober 2011

No comments:

Post a Comment