Cool Blue Outer Glow Pointer

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Tuesday, January 18, 2011

Selama Belum Ada UU, Transfer Napi Antar-Negara Tak Bisa Dilakukan

Jakarta
Kementerian Luar Negeri menegaskan permintaan pemerintah Australia kepada Indonesia bukanlah pertukaran narapidana, melainkan proses transfer tahanan. Proses itu tidak bisa dilakukan jika belum ada undang-undang yang mengatur.

"Saya luruskan dulu, jadi sebenarnya itu bukan pertukaran narapidana seperti yang diwacanakan, yang terjadi sebenarnya adalah transfer of sentenced person (transfer narapidana/TSP)," ujar Juru Bicara Kemlu Michele Tene di sela-sela acara AMM Retreat di The Oberoi hotel, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Senin (17/1/2011).

Michael menjelaskan apa yang dimaksud TSP. "Misalnya dia divonis 5 tahun, nah dia sudah menjalani hukumannya selama 3 tahun katakanlah, sisanya bisa lakukan di negara asalnya, jadi bukan yang kemarin itu bukan masalah pertukaran napi," katanya.

Dia menjelaskan, proses transfer tahanan seperti itu bukan hal yang baru di beberapa negera. Tapi untuk Indonesia sendiri kasus semacam itu belum pernah terjadi.

"Di berbagai negara lain punya pengaturan seperti itu, tapi di Indonesia belum mempunyai mekanisme seperti itu. Di beberapa negera itu hal yang lazim dilakukan dan setahu saya Australia juga pernah melakukan seperti itu," jelasnya.

Menanggapi wacana ini, Michele menjelaskan antara Menlu Indonesia dan Australia belum pernah ada pembicaraan khusus. Sebab, untuk melakukan pembicaraan yang sifatnya formal seperti itu harus ada mekanisme atau aturan yang menjadi dasar.

"Setahu saya kita belum pernah mengadakan pembicaraan formal mengenai masalah ini. Karena sebelum kita masuk pada satu pembicaraan dengan pihak Australia atau dengan pihak mana pun tentunya kita harus punya dulu pengaturan mekanismenya di dalam negerinya. Dan pengaturan domestik ini belum ada di kita, UU kita belum ada," jelasnya.

Tanpa adanya landasan hukum yang jelas, kata dia, keinginan antarkedua negera tentunya akan sulit tercapai. "Tanpa itu akan sulit kita berbicara dengan pihak asing, karena nanti implementasinya bagaimana kan harus diatur," ujarnya.

Jika ke depan Indonesia menghasilkan UU itu, Michele mengatakan, Kemlu ingin kedua negara mengedepankan azas resipositas (timbal balik).

"Harus ada azas resipositas, di mana kalau Indonesia memberikan itu, negera lain juga harus lakukan hal yang sama, dan terkait wacana yang dilontarkan Australia kalau sekedar ingin mengungkapkan itu hak mereka, yang jelas tentunya harus didasari kesepakatan dua pihak," tandasnya.

sumber: detiknews.com, Senin, 17/01/2011

No comments:

Post a Comment