foto: inilah.com |
Baru dua pekan menduduki kursinya, dua petinggi Kementerian Hukum dan HAM Amir Syamsuddin - Denny Indrayana berancang-ancang membuat gebrakan. “Rasa LSM” mewarnai kepemimpinan Amir-Denny.
Rencana besar yang bakal digagas Kementerian Hukum dan HAM seperti moratorium remisi para terpidana koruptor dan teroris, hukuman kepada para koruptor di atas lima tahun, serta gagasan pelaku korupsi dibawa dan disidangkan di Jakarta, terdengar cukup ambisius dan ideal. Namun ada yang menganggapnya memunculkan masalah.
Anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi PPP Ahmad Yani mengatakan usulan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang mendorong agar koruptor dibawa dan diadili di Jakarta merupakan usulan yang melanggar UU.
Dia menyebutkan UU No 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "UU No 46 Tahun 2009, dan saat ini sudah terbentuk pengadilan Tipikor tingkat pertama di 33 Pengadilan Negeri (PN) di ibukota Provinsi dan tingkat banding di 30 Pengadilan Tinggi," kata Yani kepada waratawan, akhir pekan lalu.
Politikus PPP ini menyebutkan jika Pengadilan Tipikor dipindahkan ke Jakarta maka konsekuensinya mencabut UU tersebut. Padahal, sambung Yani, pembentukan Pengadilan Tipikor merupakan aspirasi dari LSM. "UU peradilan Tipikor yang mewajibkan seluruh provinsi harus ada. Maka MA baru membentuk beberapa, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumsel, Sulsel, Kaltim, Jatim, Sumut, Lampung," kata Yani.
Terkait pencabutan remisi bagi koruptor dengan melakukan moratorium, bekas Menteri Hukum dan HAM Yusri Ihza Mahendra berpendapat tindakan mencabut remisi terhadap para narapidana melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kepada seluruh narapidana harus diperlakukan sama tanpa membedakan jenis kejahatan sesuai konvensi PBB dan UU Kemasyarakatan 1985. Lembaga pemasyarakatan bukan lagi penjara, hanya hak-hak kebebasan diambil. Jadi kalau remisi diambil sama saja dengan merampas hak mereka sebagai masyarakat Indonesia,” kata Yusril pertengahan bulan lalu mengomentari rencana pencabutan remisi bagi Narapidana korupsi.
Sebagaimana dimaklumi, saat ini, Kementerian Hukum dan HAM tengah melakukan moratorium remisi bagi koruptor dan pelaku teror sembari melakukan kajian terhadap pemberian hak bagi narapidana tersebut. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, yang mendampingi Menkumham, Amir Syamsuddin, mengatakan, Kemenkumham memastikan, Peraturan Pemerintah tentang moratorium remisi bagi koruptor dan teroris sejalan dengan undang-undang.
"Tim sedang bekerja dalam waktu dekat ini, dalam perubahan Peraturan Pemerintah. Semoga hal ini, sejalan dengan peraturan Undang-undang antikorupsi dan rasa keadilan," terang Denny. Saat ini lanjut Denny, kriteria tersebut masih dalam pengkajian lebih dalam. Tim yang mengkaji kriteria tersebut terdiri dari para ahli dan akademisi.
Mantan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Yogyakarta ini menyebutkan moratorium remisi bagi pelaku korupsi dan terorisme juga memberi pesan korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa. Harapannya, hukumannya dapat memberikan kejeraan bagi pelakunya.
Wacana lainnya yang tengah digodok Kemenkumham terkait vonis minimal lima tahun bagi pelaku korupsi. Sebagaimana disampaikan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang menyebutkan wacana di tengah masyarakat terkait rendahnya vonis pelaku korupsi.
Semangat progresif Kementerian Hukum dan HAM lewat duet Amir-Denny dalam merespon suara publik memang patut diapresiasi. Boleh saja 'Rasa LSM' menghiasi birokrasi Kemenkumham, namun harus tetap berpijak pada per-UU-an.
sumber: inilah.com, Senin, 31 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment